Kamis, 18 Desember 2008

Hari ini
***
Hari ini aku ingin berkisah. Tentang seorang anak yang biasa kupanggil Neng.
“Bade lungsur dimana Neng?”
Gadis yang kini ada dihadapku. Termenung sendiri dipojokkan hadapku. Dia tak pernah sadar kalau aku selalu perhatikannya.
Sudah 4 tahun ini aku tak melihatnya. Dari cakapnya, aku tahu 4 tahun ini dia menimba ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat universitas yang letaknya di Depok sana. Kudengar dia lulus cum laude. Sungguh hebatnya gadis ini.
***
16 tahun yang lalu...
***
Dengan seragam merah putihnya seorang gadis cilik menaiki angkot. Sepertinya ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Entah ada apa dalam dirinya sehingga aku begitu tertarik akan sosoknya. Jiwa keingintahuanku membuncah, ingin berkenalan dengannya. Kebetulan dia mengambil tempat duduk tepat di belakangku.
“Neng, sekolah dimana?”
Dia hanya diam. Aku mengerti ketakutan yang dirasanya. Biasa, nasihat dari orang tua pada anak mungilnya.
“Kalo ada orang nggak dikenal yang ngajak ngomong kamu. Kamu cuekin aja.”
Mengapa aku tahu? Karena begitulah nasihat ibuku 13 tahun yang lalu. Ketika aku masih kelas 1 SD.
Aku tak ingin membuatnya tak nyaman maka kuredam rasa ingin tahuku. Aku kembali konsentrasi pada urusanku.
***
Hari ini gadis itu pulang dari sekolahnya bersama temannya. Dari percakapan mereka, aku dapat beberapa data tentang gadis itu. Panggilannya Key. Temannya adalah Liyah. Mereka hendak belajar bersama dengan Key. Karena di rumah Liyah, hari ini tak ada siapa-siapa maka Keisya mengajak Liyah bermain di rumahnya saja. Begini percakapan 2 gadis cilik itu.
“Emang ibu-bapak kamu kemana?” sahut Key memulai percakapan.
“Dua-duanya kerja. Kebetulan dua-dua sekarang nggak ada di rumah. Adikku yang paling kecil khan belum sekolah jadi di titipin ke uaku di kabupaten. Karena aku, Mas Andri dan Mbak Mirna sekolah jadi kami ditinggalin di rumah sama pembantu. Daripada aku main sama pembantu. Mending aku main ama kamu. ”
“Tapi kamu udah bilang ke rumah kamu belum?”
“Nanti aja di rumah kamu. Aku pinjem telepon kamu buat ngasih tau ama Mas Andri.”
“Emang kakak kamu sekolah dimana?”
“Mas Andri kelas 2 SMA di SMA Nusantara. Kalo Mbak Mirna kelas 2 di SMP Nusantara.”
“Wah kalo begitu, Mas Andri mu kenal sama Abangku Dimas donk ya. Dia juga kelas 2 di SMA Nusantara lho. Kalo Abangku yang paling tua udah kuliah tingkat 1 di Manajemen, namanya Bang Radit.”
“Oh, kakak kamu udah ada yang kuliah ya.”
Akulah saksi awal dari persahabatan 2 anak manusia. Key dan Liyah.
***
12 tahun yang lalu...
***
Tak menyangka. Gadisku ternyata sudah besar. Dari cakapnya kini aku tahu kini dia sedang marahan dengan sobat karibnya sejak 4 tahun yang lalu, Liyah. Dan kini dia ditemani temannya yang lain. Namanya Nida.
“Aku bener-bener nggak nyangka Liyah bisa setega itu ma aku. Gambar aku emang jelek, tapi nggak udah dipamerin githu deh. Padahal ya Nid, dia tuh tau banget dari kelas 1 SD, aku paling nggak benci ama yang namanya menggambar.”
Gadisku yang selama ini lebih banyak mendengar. Kini berbicara dengan lancar dan begitu emosional. Hal itu pasti sangat berat buatnya.
“Nida boleh ngasih masukkan nggak?”
“Tentang?”
“Ehm... mungkin gini Key, Liyah itu cuman mau nunjukin ma kamu kalau gambar kamu itu nggak separah yang kamu bayangkan. Buktinya masih layak dipajang di mading.”
“Tetap aja. Aku nggak bisa terima semua ini. Dia minta maaf seperti apapun.”
“Jangan githu donk. Persahabatan kita khan udah segini lama. Masa cuman bubar gara-gara masalah ginian doank?”
“Ehm... yang jelas hari ini aku nggak mau ketemu dia dulu deh.”
***
10 tahun yang lalu...
***
Gadisku kini berseragam putih-biru. Tak terasa. Garis-garis kecantikan mulai tertoreh di wajahnya. Gadisku sudah beranjak dewasa. Bersama karib barunya bernama Laras. Dia mulai berbicara tentang cinta. Sudah mulai tahu makhluk bernama cowok. Obrolannya kini berubah.
“Eh, si Rama katanya kemaren nembak kamu ya?” tanya Laras.
“Nggak kok. Buktinya sekarang aku masih sehat buger dihadapmu.”
Begitulah gadisku. Polos.
“Gubrak! Bukan begitu maksudnya. He ask you to be his girlfriend.”
“Emang aku ama dia dari dulu udah berteman khan?”
“Maksudnya pacaran Key! Payoye!”
“Ehm... Baru 2 hari yang lalu Bang Dimas cerita ama aku. Jangankan pacaran, ngomong berduaan ama laki-laki yang bukan muhrimnya aja dosa. Yang ketiganya setan. Padahal aku khan paling takut ama setan. Jadi... mendingan aku nggak usah punya urusan yang begituan lah.”
Bukan sekali ini aku mendengarnya menyebut kata-kata seperti...
“Bang Dimas bilang...” atau “Bang Dimas pernah cerita...” atau “Kata Bang Dimas...”
Ah, beruntungnya lelaki bernama Dimas itu. Mempunyai adik sesempurna gadisku.
“Tapi... kamu juga suka ma Rama khan?”
“ENGGAK!” jawabnya singkat tanpa bisa tutupi kesalahtingkahannya.
Ternyata gadisku sudah beger. Mulai merasa cinta. Walau tetap polos luar biasa.
***
Hari ini aku luar biasa syok. Kemana rambut panjang tergeray gadisku? Kemana lekuk tubuh indah gadisku? Tak ada lagi. Kini terbalut rapih. Gadisku kini berjilbab.
Hari ini dia kembali pulang bersama Laras.
“Kok tiba-tiba Key? Nggakn sayang apa? Rambut lo khan bagus, badan lo apa lagi.”
Dengan tegas gadisku menjawab...
“Kata Bang Dimas...”
Kata pamungkasnya...
“Karena kita harus sayang sama tubuh indah kita. Karena itulah kita harus memilih dengan selektif orang-orang yang bisa melihat perhiasan teragung kita.”
“Ya... aku sih cuma bisa ngedukung kamu aja.” kata Laras.
***
6,5 tahun yang lalu...
***
Gadisku sudah dewasa. Setengah jalan sudah dia di bangku SMA. Aku pun sudah tak muda lagi. Kini aku semakin jarang melihatnya. Namun, sekalinya dia ada di hadapku. Dia menangis di depan sobat SDnya LIyah. Ada apa gerangan? Biar kuceritakan sedai awal.
***
“Aku denger-denger dari temen-temenku yang di SMA Nusantara, Fajar, ketua OSISku dulu sekarang jadi calon kuat ketua Ikatan Remaja Mesjid SMA Nusantara ya? Kok bisa?”
“Bukan calon lagi Yah, udah kepilih tau!” kata Key.
“Seriusan kalian milih dia. Dia kan otoriter minta ampun. “
“Kamu jangan tanya sama aku dong Yah. Aku kan termasuk salah satu yang paling keras menentang dia. Tapi... apa mau dikata. Yang lain nggak mikir sama kayak aku.”
Di sinilah tiba-tiba gadisku menangis tersedu.
Ditanya ada apa oleh Liyah, Dia menjawab,
“Hatiku udah tidak lagi ada di tanganku. Tlah tercuri oleh orang otoriter itu.”
“Sabar ya Key.” hanya itu kata yang terucap di bibir Liyah.
***
Kembali pada hari ini...
***
Baru saja seseorang masuk. Liyah. Sobat lama Key.
“Liyah khan?”
“Ya Allah, kau kah itu Key?”
A... terjadilah reuni 2 sahabat yang tlah terpisah tahunan.
“Key, sebenarnya kamu itu anggap aku apa sih? Kok aku tau kabar kamu ama Fajar dari orang lain. Nggak ngajak-ngajak aku lagi. Gini-gini aku masih ada hubungannya ma kesehatan tau.Teknik Lingkungan khan dulu namanya Teknik Penyehatan. Trus, udah sampe mana?”
“Proposalnya udah masuk lah pokoknya.”
“Terus jadinya kapan?”
“Liat aja nanti.”
Aku benar-benar tak mengerti pernyataan gadis-gadis fresh graduate ini. Tapi beberapa hari yang lalu aku juga mendengar percakapan gadisku dengan seseorang bernama Lili bahwa gadisku dan Lili ini akan membangun sebuah rumah sakit. Apa ini yang mereka bicarakan? Aku pun tak begitu mengerti.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ai... Aina itu bagus dalam menulis cerita.. So, bagaimana dengan ideku??? buat novel aja, ntar T jadi orang yang partama yang membeli novelmu!!! Okeh???