Minggu, 30 November 2008

Selamat Tinggal TL ITB,,,

Semakin hari aku semakin muak saja dengan gedung yang berada bersama Teknik Planologi, Arsitektur serta Geodesi ini. Sudah pernah kuceritakan bahwa feelingku agak jelek beberapa hari menjelang pengumuman SPMB tentang kampus depan masjid Salman itu. Dan ternyata feelingku semasa dulu itu mungkin tak terlalu berlebihan.

Kesalahanku memang dulu tidak benar-benar mengorek dunia TL yang sebenarnya. Di luar keinginanku mengabdi untuk membetulkan lingkungan hidup. Mengabdi di daerah. Kesalahanku memang dulu terlalu mengagungkan keinginanku untuk buktikan, aku rangking 44 dari 49 anak di SMAN 3 Bandung, juga bisa masuk PTN terbaik negeri ini. Nafsuku untuk buktikan pada keluarga ayahku bahwa aku bisa seperti mereka semua. Masuk ITB. Sebuah keegoisan yang baru aku sadari akhir-akhir ini. Dan aku lupa, kalau aku punya kekurangan. Sebuah cacat yang tak bisa kutolak yang ternyata menghambatku sampai pada titik puncak.

Setiap tubuh manusia pasti punya kekurangan. Ada kekurangan yang bisa diabaikan, ada kekurangan yang tidak bisa diabaikan, ada kekurangan yang bisa di deteksi, ada kekurangan yang tidak bisa di deteksi.

Sepintas memang tidak ada bedanya aku dengan siapapun orang yang ada di sampingku. Aku terlihat normal dan tak ada masalah. Tapi aku tahu banyak pula yang berpikir kalau aku itu aneh. Tulisanku buruk, ngomong seringkali tak jelas, n kadang-kadang aku melakukan gerakan-gerakan reflek (namanya gerakan reflek, aku sendiri nggak nyadar dengan gerakanku itu) yang tidak biasa. Dan aku akui kalau aku itu aneh. Dan aku tau sebabnya.

Semuanya bermula ketika aku baru lahir. Bilirubinku mencapai titik tertiggi dari yang pernah ada yang diketahui, 29,6. Hiperbilirubin (kern icterick). Biasanya sudah tak tertolong lagi, kecuali darahku dibuang dan diganti dengan darah orang lain. Resikonya berat dan yang pasti aku harus menanggung semua penyakit yang dimiliki oleh sang pemilik darah. dari sana ibuku tau kalau bilirubin yang berlebihan itu dapat menumpuk di lemak, dan jaringan lemak terbanyak ada di jaringan syaraf dan otak. Yap, bagian-bagian tersebut terganggu perkembangannya. Dokter RSHS yang saat itu bisa melakukannya, (dan hanya satu-satunya di Bandung) baru saja melakukannya dan akhirnya sang bayi mengidap hepatitis C. Dia pun tak mau lagi melakukannya. Dan nasibku tinggal menunggu waktu, tidak ada harapan lagi. Kalau aku tidak ditolongNya tak mungkin aku bisa menceritakan semua ini pada kalian. Sebuah keajaiban, akhirnya aku selamat.

Beberapa bulan kemudian, ibuku yang saat itu masih coast dapat kuliah tamu dokter dari Jerman tentang kesehatan anak “DMO(Disfungsi Minimal Otak)” (ya... anak kedokteran lebih tau lah, yang bukan anak kedokteran tanya aja ma anak kedokteran,, hehe),,
Saat itu juga aku diperiksa oleh tim dokter yang terdiri 7 orang dokter spesialis yang berkaitan. Dan saat itu pula aku divonis 43 pasang saraf dan otot yang pertumbuhannya tidak simetris yang akan mengakibatkan cacat total pada gerak motorik baik halus maupun kasa disertai tuli dan bermata juling.

Ibu mana yang tak terpukul dengan keadaan anak perempuan sulungnya yang seperti itu. Dan aku sangat bersyukur menpunyai ibu macam itu. Mungkin tak sempurna, tapi memberiku arti hidup. Aku pun difisioterapi secara mandiri oleh ibuku juga ayahku. Dan jadilah aku yang secara mengejutkan bisa keluar dari ancaman tuli, cacat dan bermata juling,, hanya... memang aku tak bisa mengerjakan beberapa hal yang orang lain bisa kerjakan. Salah satunya adalah motorik halusku buruk. Aku baru bisa membuat lingkaran kelas 4 SD. Aku bisa mengancing baju kelas 2 SD. Aku baru bisa menalikan sepatu kelas 6 SD. Dan hal yang sekarang ini sangat mengganggu adalah AKU TIDAK MAMPU MENGGAMBAR HALUS. Sejungkirbalik apapun aku berlatih. Tidak dapat aku menuhi semua tuntutannya.

Ketidakmampuanku ini buat duniaku hancur dan langitku runtuh. Menghancurkan mimpi-mimpiku, karena aku tau itu sangatlah terpakai untuk kedepannya. Mengganggu konsentrasiku. Apalagi setelah tau ‘muka TL’ yang sebenernya. Semua seakan jatuh menghujam tubuhku apalagi 3 dari 3 gambarku dipajang di papan pengumuman. Nilai UTSku pada 3 mata kuliah adalah yang terendah. Benar-benar menghujam jantungku. Tepat. Haruskah aku terus membiarkan ‘pisau’ itu bersarang di jantungku dan pada akhirnya aku akan mati. Atau melakukan operasi pengangkatan pisau itu, walau tak pasti berhasil, namun, aku masih punya harapan untuk hidup.

Sudah kubilang, semua ini memang salahku menangkan nafsu. Niatku tak benar-benar lurus. Dan aku dapatkan balasannya secara telak, lunas. Seperti yang didapatkan Arai sewaktu dia memainkan ucapan amin di kampung belitung dan mendapatkan balasannya di daratan Eropa sana. Selama ini aku punya prinsip, “SEMUA YANG AKU MAU PASTI BISA AKU DAPATKAN. ASALKAN AKU MAU.”. Semua itu tidak benar seratus persen. Ada hal-hal di dunia ini yang tak bisa kamu dapatkan, sekeras apapun kemauanmu. Orang buta tidak akan pernah bisa melihat dengan mata, tapi dia bisa melihat dengan hati. Namun, mereka masih bisa bersyukur dengan telinga mereka yang sangat peka.

Meski sulit, aku akan berusaha menerima semua itu. Sejujurnya ini sama sekali tak masuk logikaku. Ini pula jadi pelajaranku. Aku si pengagung logika dan penggila analogi. Ini sama sekali tak masuk logikaku. Aku terhempas ke jurang yang paling dalam. Aku sempat tak terima semua ini. Sampai saat ini aku hanya bisa berusaha untuk lebih ikhlas. Ikhlas dengan segala hal yang akan timbul dari semua keputusan yang aku ambil kali ini.

Dan mulai hari ini aku harus berusaha mengucapkan kata-kata, “SELAMAT TINGGAL TL ITB. SELAMAT TINGGAL KESOMBONGANKU SELAMA INI.”Banyak yang bilang aku menyerah,, tapi... jika itulah jalan hidupku, apa mau dikata. Hidup tak semulus apa yang kita bayangkan. Aku tak tau bagaimana hidup yang seharusnya namun aku terus berusaha untuk tetap hidup.