Sabtu, 16 Agustus 2008

Kematian? Masih ingatkah kita padanya?

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun,, tlah berpulang ke rahmatullah sahabat kita Raden Muhammad Magribi Akbar, td sore, dst...

SMS dari Nadia, Iin juga Dania.

Kalau bukan 3 orang ini yang memberi tauku. Aku pasti akan mengira ini berita bercanda. Aku syok!!! Termenung hampir setengah jam. Akhirnya kuputuskan untuk penelpon Laras. Karena ketiganya tak bisa tak bisa ku hubungi. Bibirku bergetar. Masih syok.

"Dapet kabar nggak?"

"Kabar.... Akbar?"

"Beneran itu teh?"

"Beneran Aina!"

"Bohong!"

"Beneran!"

"Kenapa sih? Kecelakaan?"

"Laras juga nggak tau."

Seorang Laras pun aku konfirmasi perkataannya. Aku sungguh tak mau percaya. Aku kembali menelpon temanku. Akhwat yang kupikir cukup dekat dengannya.

"Ci, kenapa sih emangnya? Kecelakaan?"

"Dia emang sakitnya udah lama, dari kecil githu. Cuman parahnya tuh emang baru dari dia kuliah. Sok geura waktu SMA khan dia terlihat baik-baik saja. Cuman Eci emang udah tau dari SMA. Januari kemaren aja katanya udah sampe peradangan kaki githu deh."

Really?

Aku masih belum mau percaya. Aku termenung kembali. Kanget, rewas, syok dan tak mau percaya.

Padahal baru beberapa hari yang lalu aku bertanya-tanya tentang keberadaan temanku ini. Ku kunjungi fs nya... n kupikir dia baik-baik saja. Raden Muhammad Maghribi Akbar. Rasanya baru kemarin aku mengetik namanya di proposal Idul Adha hampir 4 tahun yang lalu. Aku kehabisan kata kalau di"piwarang" -bercerita tentang sosoknya. Masih terngiang-ngiang percakapan terakhirku dengannya. Waktu itu hari pertama spmb. Aku berpapasan dengannya di depan gedung sma 3. Dia menyapaku, "Assalamu'alaikum, Aina. Ngapain ke sekolah?" ,, Memang hal yang cukup aneh,, datang ke sekolah pasca spmb hari pertama. Biasanya khan ke bimbel nyocokin jawaban. Tapi, kala itu aku tak tau bagaimana caranya pulang ke rumah dari sma 2, tempatku ujian. Yang ku tau hanya jalur dari 2 ke 3 dan dari 3 ke rumah. Lagi pula hari itu adalah hari ke3 pasca kepulanganku dari rumah sakit. Tentu saja, aku tak mau ambil resiko nyasar. Aku katakan saja alasanku yang sejujurnya. Dan dia hanya tersenyum, "Oh, githu. Ya udah atuh. Assalamu'alaikum." Aku pergi setelah menjawab salamnya.

Siapa sangka itulah komunikasi terakhirku dengannya. Memang sudah satu tahun yang lalu. Tetap saja, saat itu aku tak menyangka bahwa itu komunikasiku yang terakhir dengannya. Memang ada yang aneh. Aku sangat jarang sekali berkomunikasi dengan ikhwan. Tapi entah kenapa saat itu. Dia menyapaku terlebih dahulu. Sungguh di luar kebiasaan. Biasanya orang baru menyapaku bila aku tak sendiri. Dan itu pun terlebih dahulu menyapa teman yang bersamaku. Mungkin DIA ingin kawanku ini tinggalkan kesan khusus pada setiap individu. Ah, betapa DIA sayang pada temanku ini. Kuingat lagi pengalamanku dengannya. Sama sekali tak ada yang tak mengenakan. Betapa memang Allah Mahaadil. Orang baik, pastilah ditutupi aib-aibnya.

Hidup. Untuk apa kita hidup? Untuk mensyukurinya dengan terus berusaha agar diri ini berikan yang terbaik untukNya. Bukan untuk siapa-siapa. Pada akhirnya itu akan berbalik untuk diri kita sendiri. Aku jadi bertanya pada diriku sendiri. APA KESAN YANG TLAH KAU TINGGALKAN UNTUK SAHABAT-SAHABATMU? Ku pikir mereka harus berhusnudzan ekstra padaku. Agar aku terkesan seakan-akan adalah orang yang baik.

Rabu, 13 Agustus 2008

Pilwalkot Bandung 2008

Kemarin aku di sms oleh seorang teman,

Survei Lenskep : 1.35,8,,2.39,4,,3.7,8,,golput.17,,

Unggul 4 persen. Suatu hasil yang terlalu muluk buatku. Feelingku sejak awal sudah jelek. Feelingku kalah tipis. Ku balas sms temanku itu,, buat survei tandingan,, gubrak!

Feelingku... 1.28,, 2.26,, 3.5,, golput.41,, yang menang golput,, masyarakat sudah jengah kawan.

Dan feelingku kali ini salah. Untuk suara 2, feelingku tepat, 26. Namun, 1 unggul jauh... berkali lipat dibanding 2. Ternyata kenyataan lebih kejam dari feelingku. Perolehan suara merosot tajam dibanding suara partai 16, 4 tahun lalu. Sejak awal durjana memang terlalu kuat. Sebagai pengamat yang tak tau banyak, aku cukup kaget dengan keputusan partai 16 untuk tak dukung 1.

Pemerintahannya sama sekali tak bisa dibilang buruk. Cukup berhasil walau bandung tetap carut marut. Cukup bersih walau tak kesat layaknya piring pecah belah setelah di cuci sabun cair. Dan yang paling utama adalah kepopuleran 1 tak ada yang mengalahkan. Akan sulit mengalahkan popularitasnya, apalagi jika tokoh yang diusung sama sekali belum dikenal masyarakat. Aku kebingungan dalam waktu yang cukup lama. Tak mengerti pikiran para elit partai 16 yang sering buat keputusan yang terlalu berani.

Aku baru mengerti ini setelah sedikit cerita dari ibuku. Begitu partai 16 memutuskan tak dukung 1, partai 28 mendekati partai 16. Namun, 1 segera menggaet partai 28. Tau alasannya? 1 begitu takut, karena koalisi 16 dan 28 terkadang sangat mematikan. Berkali-kali partai 33 kalah. Bisa tertebak tujuan 1 tak lain dan tak bukan adalah kekuasaan. Mataku mulai terbuka. Dan semakin terbuka, ketika aku sering melihat 1 hanya mempromosikan dirinya seorang diri. Ambisi 1 terhadap kekuasaan terlihat jelas. Setauku, ini bertolak belakang dengan prinsip dasar partai 16. Aku jadi semakin mengerti alasan partai 16 tak dukung 1. Semakin terlihatlah betapa pengetahuanku tentang prilaku "orang-orang terhormat" sangat sedikit.

Aku yakin, kekalahan ini bukanlah akhir dari apapun. Ini adalah sebuah pembuktian dari partai 16. Bahwa yang mereka perjuangkan bukanlah kuasa. Kalau kuasa yang jadi tujuan, tak susah untuk turut mendukung 1 meminta kursi wakil. Dengan 40 persen suara yang diperoleh 4 tahun lalu. 1 tentu tak akan kuasa menolak. Koalisi ini jelas bakal lebih kuat, kalaupun seandainya partai 28 dan partai-partai lainnya bersatu, menantang nomor 1.

Namun, inilah pilihan masyarakat bandung. Biarkan mereka lihat hasil pilihan mereka.

Sebuah kisah dibalik Pilkada

"Kamu kemana aja?"

Aku hanya menjawabnya dengan tersenyum. Aku bingung harus menjawab apa. Bingung tutupi keegoan diri.

"Teu boga duit ey, ongkos naek."

Tak sepenuhnya bohong, namun tak jujur. Memang aku tak punya uang dan ongkos naik, tapi bisa saja andai diri ini mau sedikit berusaha dan berkorban. Berusaha meminta uang pada orang tua atau berkorban pergi pagi bersama salah satu orangtuaku. Tapi... enggan ku lakukan semua itu. Saat itu aku hanya ingin miliki diriku sendiri. Utuh. Tak ada yang bisa membujukku datang rapat ini dan itu, survey ini dan itu. Kali ini aku benar-benar penat. Penat biarkan diriku jadi milik umum. Salahkah jika ku butuh waktu sedikit saja tuk miliki diriku sendiri. Miliki pikirku sendiri. Miliki jiwa dan ragaku sendiri. Ah, betapa egoisnya diriku ini.

"Ah, maneh! Ngarang pisan."

Sesal juga diriku ceritakan semua padanya. Tentang kejadian yang membuatku muak. Sebulan yang lalu kakekku meninggal dunia. Saat itu, ibuku sedang menemani istri sang walikota ke suatu acara di Jambi sana. Ya, pulang langsung tak sesuai jadwal, sewaktu itu kakekku masih koma, belum meninggal. Karena itulah, kematian kakekku ini bisa diketahui oleh walikota kotaku tinggal.

Semalam sebelum penguburan, ada kabar berhembus. Pak walikota akan berkunjung ke rumahku. Ini membuat sedikit kehebohan di rumahku. Apa pasal? Pilkada sebentar lagi. Beberapa bibiku adalah kader dari partai 16. Partai yang akan bertarung dengan partai 33 yang mengusung sang walikota kembali. Beberapa stiker partai 16 terpangpang di jendela rumahku. Dengan kepolosan tersendiri dipasang oleh adik-adik sepupuku. Menjaga kenetralan, ibuku dibantu ayahku berusaha membersihkan stiker-stiker tersebut. Di beri pandangan tak sedap oleh adik sepupuku yang merasa kerja kerasnya akan dipangkas. Usaha kedua orangtuaku sia-sia. Selain banyak hal lain yang harus dilakukan juga karena lem yang menempel terlalu kuat. Logikanya sih githu. Sudahlah.

Di belakang, hal ini jadi perbincangan yang cukup dahsyat.

"Tenang aja, nanti seluruh kader yang tinggal di daerah situ pada suruh dateng semua."

Hello!! Haruskah hal ini jadi hal sehebat ini??? Siapa sih sebenernya orang-orang sekitar aku. Aku sungguh tak lagi kenali mereka. Letih yang menjambangi tumbuh bertambah puluhan kali lipat.

Pada akhirnya memang hanya wakil dari sekda yang datang. Aku tak bisa bayangkan perang macam apa yang akan terjadi bila pak walikota itu benar-benar datang. Kukira semua telah berakhir. Nyatanya... sore hari sesudah penguburan... datang serobongan ibu-ibu... kau tau siapa? Ternyata istri sang walikota datang. Sepulangnya sang istri, salah satu bibiku bilang,

"Teh, tadi aya sms ti pak ketua dprd kota. Maaf nggak bisa ke sini,"

Ketua dprd kota berasal dari partai 16. Entah lewat jalur mana bibiku itu mengenalnya.

Sekali lagi...

Hello!! Haruskah hal ini jadi hal sehebat ini??? Siapa sih sebenernya orang-orang sekitar aku. Aku sungguh tak lagi kenali mereka. Letih yang menjambangi lagi-lago tumbuh bertambah puluhan kali lipat.

MUAK!!! Aku sungguh muak dengan semua ini. MUAK!!! Hello guys! Perang belum dimulai. Mengapa kalian sudah mulai menabuh genderang perangnya?

Kamis, 07 Agustus 2008

PC08

PatLabor Camp akhirnya berlalu juga. Sebuah acara yang terkesan dipaksakan ada. Seakan seharusnya acara ini tidak usah ada. Sejujurnya aku sempat merasa bersalah ama "atas-atas" karena walaupun kontribusiku bukan apa-apa dibanding panitia yang lain, apalagi ashari+iin, tapi bisa dibilang aku adalah 07 yang paling mencereweti iin (lagi-lagi iin) + chien supaya PC08 tetep ada, bagaimanapun caranya. Aku ingin sesuatu yang jadi titik balikku tetap dilestarikan. Sudah terlalu banyak yang terputus di 2007. Cukup, dan untuk yang satu ini tolong jangan putus juga di 2007. Titik. Tidak sesuai dengan kecerewetanku selama ini, aku mengambil amanah di pubdok. Inget-inget potensi juga. Maaf ya, diriku kabur dari konsep-konsepan. Paling nggak ngerti dah yang begituan. H-2 minggu, panitia sempet frustasi karena yang daftar sangat jauh dari target. Mana dana belum ada. Soal dana ada sebuah kejadian menarik.

Pernahkah terbayangkah,, 15 ribu untuk 3 hari. Helloo... jaman kapan ya sekarang? 50 ribu buat sehari aja belum tentu cukup. Lah? Ya, ini adalah kesalahan pubdok. Ujug-ujug di pamflet ditunjukin uang yang harus dibayarkan. Padahal belum disyurain. Sebagai bagian dari keseksian pubdok, aku minta maaf khususnya kepada keseksian danus, konsumsi dan acara. Konsumsi yang tadinya nggak niat masak, jadi memaksakan masak dan memastikan ada rumah yang bisa dipakai untuk masak. Tak ada pilihan lain dengan dana 15 ribu.

Publikasi pun kembali digencarkan. Aku pun memanfaatkan sms murah yang ditawarkan operator nomor baruku. 1000 untuk 50 sms per hari ke semua operator. Iklan dikit kagak papa, itung-itung tanda terima kasih. Karena data yang ada 150. Aku pun membaginya jadi 3 hari. Cukup cerdas bukan. Gabruk!!!

Alhasil...

Akhwat yang daftar membludak. Karena 150 data di aku itu akhwat semua, aku sudah berusaha minta data ikhwannya, tapi... kagak dikasih. Ya... gimana ceritanya tuh. Maaf ya kagak bantu.
Kepusingan pun beralih. Panitia lapangan kurang, terutama akhwat. 1:belasan. Panitia diluar konsumsi yang memastikan kedatangannya hanya 3 orang. Aku, iin, reni. Yang lain hanya bilang, diusahain tapi nggak janji. Panitia konsumsi tentu tak akan terpikirkan apa-apa kecuali menyiapkan makanan buat 80 orang. Kembali aku dan iin gencar mencari dan membujuk anak 07 lainnya. Membawa hasil. Lita dan Febi serta Nadia akhirnya mau ngusahain. Nadia malah mengorbankan osjurnya. Ada atau tak ada osjur, aku dateng. Karena sudah saking paniknya, aku dan iin tak berusaha menolak apalagi melarang. Fitra yang udah balik ke depok pun aku telepon. Yang tadinya bilang "jangan maksain" jadi "kalo mo maksain terserah aja". Alhamadulillah ada 7 orang panitia yang insya Allah ada.

Di hari H nya...

Betapa bodohnya aku semakin kentara. Aku melupakan akhwat-akhwat 5. Alhamdulillah panitia lapangan bertambah dengan adanya 2 Indah, Indah dan Indah Budi juga Nur di konsumsi dan Dea yang tadinya bilang nggak bisa. Ika yang tadinya aku pikir nggak akan dateng, karena begitulah bilangnya, dateng juga. Rina yang tidak menjanjikan ada pada saat masak memasak, tapi menyilahkan pemakaian rumahnya, malah punya peran yang tak tergantikan. Bahkan makan paginya pun dimasakin ama uanya Rina. Makasih. Semua berjalan dengan cukup lumayan pada hari pertama. Pesertanya subhanallah! Keren. Sangat aktif. Tanpa keaktifan mereka, acara ini akan membosankan dan tak akan semeriah ini. Ikhwan? Tak usah pikirkan ikhwan. Cukup 43 akhwat jadi pikiran panitia akhwat.

Hari kedua, aku pribadi lebih banyak mobile nya dibanding stay nya. Pagi-pagi ikut seksi konsumsi belanja ke pasar. Riweuh dah nawarna. Biar cuma dapet potongan 1000 per kilo kalo belinya 5 kilo khan lumayan banget tuh. Di hari ke 2 ada kejutan dari anak-anak elektro. Mereka nggak da osjur. Panitia pun bertambah dengan jumlah yang cukup signifikan. Jija, Karin, Feiza, Araf. Di hari ini, aku 4 kali melewati rumahku. Mengantar dan menjemput pemateri di Jatinangor. Aku jadi semakin ingin memindahkan itb ke jangor. Gubrak!!! Malam harinya ada berita mengejutkan. Untuk anak-anak yang daftar ke itb harus ngumpulin sdpa. Alhasil peserta hanya bersisa setengahnya. Dan aku cukup stress dibuatnya. Hari ini juga membuat aku sadar selama ini aku berteman dengan ikhwan-akhwat macam apa. Dan sejujurnya, walau kami satu gedung selama 3 tahun, tapi... baru kali ini aku benar-benar merasakan berteman dengan mereka (terutama ikhwan 3 maupun 5 juga akhwat-akhwat 5). Lagi-lagi menunjukan betapa aku tak manfaatkan 3 tahun waktuku dengan mereka.

Hari ketiga, outbond. Krisis panitia akhwat kembali terjadi. Ada diklat terpusat dan wajib untuk para taplok itb. Bagus,, dan aku tak mengerti mengapa chien bisa ada di sana. Setauku dia taplok. Yang menarik disini... untuk pertama kalinya, akhwat mendahului ikhwan. Outbondnya punya jalur yang sama. Dan... akhwat lebih dulu sampai. Dasar ikhwan-ikhwan lelet!!! Selidik punya selidik, aku, Febi dan Lita sempat melihat pemandangan yang cukup aneh. Masa ikhwan foto-foto. Cpd!!!! Udah githu, bayangin donk masa akhwat disuruh nungguin ikhwan maen. Afwan, emosi jiwa yeuh... Alhasil akhwat maghrib-maghrib masih ada di dago pakar. Sebuah kesalahan terfatal. Akhwat harusnya udah sampe rumah jam 5 sore. Untuk aku sendiri, nyante udah biasa isya masih berkeliaran. But... for peserta dan panitia yang lain. Kita nggak tau apa yang terjadi seketika mereka sampe rumah masing-masing.

Apresiasiku untuk peserta...

Arigatou!!! Tanpa kalian panitia bukan apa-apa. Tanpa kalian kerja panitia selama 2 bulan terakhir ini nggak ada artinya.

Apresiasiku untuk panitia...

Secara keseluruhan,, kalian keren,, ku pikir inilah acara terbaleg yang pernah kita buat. Allahu Akbar!!! Di itung-itung setengah dari kita adalah orang-orang yang nggak lulus tahun lalu. Tapi itu nggak jadi alasan buat nggak jadi panitia. Suerr!!! Apresiasiku tak terbatas untuk kalian. Untuk itu akan kucoba sebutkan satu per satu. Maaf kalo ada yang nggak kesebut.

Ketua : Ibam,, temen smpku. Aku nggak tau apa yang dilakukan oleh akang-akang SMA 5 sehingga bisa buat dia jadi kayak githu. Makasih ya mau jadi ketua panitia. Padahal dia termasuk salah satu peserta SPMB tahun lalu yang kurang beruntung. Tapi... hebatnya... dia mau aja jadi KETUA daurah yang sebenernya haknya dia kalau dia mau jadi peserta aja. Salut deh!

Wakil Ketua : Salik. Tadinya dia ini ketua yang sudah terpilih saat PC07. Tapi... karena kesibukan osjurnya. Akhirnya ketuanya berganti jadi ibam. Aku sendiri nggak tahu dan nggak ngerti kenapa serah terima jabatan itu bisa terjadi. Tapi yang ku dengar adalah setelah kami putuskan untuk meng-ada-kan PC08, Ibam berkomunikasi dengan beberapa orang dari kita,, "Kalo konsep 3 ama 5 sama disatuin, kalo beda... ya... disama-samain,",, gabruk dah! Tapi aku pikir ini kebijakan yang sangat bijak. Apecee...

Sekertaris : Laras,, aku kurang tau sepak terjangnya,, yang jelas dia yang mencetuskan target peserta 100 orang,, Sejujurnya aku merasa inilah titik balik dari setiap bagian kepanitiaan PC ini. Walau pada akhirnya kewalahan juga mengang 60 doank. Karin... tak akan ada kata yang cukup untuk menggambarkannya. Benar-benar akhwat perkasa. Seorang ikhwan pernah berkomentar, "Kar, kamu teh sekertaris atau seksi transport?",, Dan Karin hanya menjawabnya dengan tawa. Gimana nggak githu,, bayangin aja bulak-balik jatinangor-gegerkalong,, 2 kali. Kalo itu kerjaan sekertaris kebangetan deh bosnya. Ya... apa sih yang nggak bis a di PC. Aku nganterin aja capek. Apalagi yang nyetirnya. Pengorbanannya tak tergantikan.

Bendahara : Bubeng dan Chien. Aneh!!! Biasanya yang jadi bendahara itu khan akhwat. Ini ikhwan. Dan... aku salut ma kalian berdua. Telaten bo! Belum lagi Bubeng yang nggak beda nasibnya ama Ibam. Tapi masih mau ambil bagian. Aku benar-benar salut. Angkat kaki e... angkat topi maksudnya... deh. Eh, ada akhwatnya dink,, Jija kalo nggak salah Danus yang merangkap Bendahara juga. Berhubung Jija itu akper layaknya Karin, jadi tak masalahlah dia berada di kerumunan para penyamun nggak jelas itu.

Acara : Ashari, Iin, Indah, Reni, Araf, Aldira. Seksi acara memang nggak ada matinya... Kelemahanku adalah konsep. Kagak ngertilah kalo udah ngomongin konsep. So... Seburuk apapun hasil yang kalian bikin aku beri apresiasi diatas panitia lain. Apalagi kalo acara sebagus ini. Keren!!!! Alumni sampe bilang : "Terobosan yang kalian lakukan cukup berani, tapi berhasil. Kalo bisa ada follow up nya." KALIAN ADALAH BAGIAN PANITIA YANG PALING KEREN!!! Saking kerennya kalian aku sampe nggak tau speachless kalo harus ngomentarin kalian.

PubDok : Fei, Aina, Happy, Ika, Dea. NO COMENT,, Sebelumnya minta maaf ma panitia pubdok yang lain. Apa pasal? Aku suka kerja sendiri. Abis aku pikir kalian sibuk. Jadi aku nggak mau nambahin kesibukan kalian. Afwan. Udah githu buat ikhwannya, afwan nggak bantu ngaDSkeun. Saya udah minta datanya ke alumni ikhwannya tapi kagak dikasih. Mungkin bagi anak 5, keseksian ini sama sekali nggak kerasa ada. Afwan, saya bener-bener nggak tau mau minta datanya ke mana. Mencoba ke beberapa ADS 5,, nggak dapet wae. Tapi bagiku ini adalah seksi yang paling nyante. Bisa nyambi sana sini. Terutama hari H,, hampir semua ngedobel jadi Lapangan.

TransLogKon : Rio, Pasca, Vicky, Rina, Dania, Febi, Lita, Nur, Yaslin. Sebenernya ini tidak layak jadi satu keseksian. Harus dibagi 2, jadi TransLog : Rio, Pasca, Febi, Lita. Sisanya konsumsi. Banyak cerita menarik di sini. Sejujurnya memang aku yang membujuk Vicky yang lagi-lagi senasib dengan Pak Ket PC n Bendaharanya untuk mau jadi konsumsi. Aku pikir ini adalah salah satu keseksian yang paling krusial. Menyangkut perut banyak orang, artinya menyangkut jahat hidup orang banyak. Maka harus diserahkan pada orang yang amanah,, tentu saja bukan yang seperti aku,, hehe... Tadinya aku dan Iin mengonsep agar konsumsi masak makanan sendiri. Tapi Vq nggak nyanggupin, ya... kita balikin ke Vq aja. Tapi... berhubung kesalahan 15ribu tea terpaksalah mereka masak. Keren!!!!! Kekerenan Vq nggak perlu kita raguin lagi. Rina dengan kesibukannya sebagai taplok,, masih nyempetin diri dan meminta keluarganya buat bantuin kita. Terima kasih nggak akan cukup buat ngebayar semuanya. Nur, yang juga sama-sama kurang beruntung tahun lalu, lagi sakit pula, masih juga maksain. Yaslin,, senasib dengan Vq,, tapi sama sekali nggak minder. Butuh keberanian super biar jadi orang kayak dia. Dania... yang UTS hari kamisnya. Masih ikutan rakor subuhnya. Allah memang tak akan pernah mendzalimi hambaNya, dosennya nggak dateng, UTS nggak jadi. Allahu Akbar!!! Kalo Febi ma Lita sendiri di hari H nya lebih banyak berfungsi jadi lapangan juga mentor kafa,, tapi... kalo nggak da mereka juga, bakal hancurlah acara PC08 ini.

Lapangan : Dani, Agil, Hisni, Dito, Aryo, Wafdan, Mper, Nadia, Budi, Fitra. Afwan kalo ikhwannya ada yang nggak kesebut. Insya Allah, akhwat udah kesebut semuanya. Nggak apal sih. Ini dia keseksian yang paling kontroversi. Keseksian yang paling nggak jelas,, sehingga kerjaan seksi lapangan dikerjain ma semua panitia. Tapi... apresiasiku nggak kurang buat mereka. Buat Pak DanLap kita, Pak Dani,, ada titipin dari beberapa akhwat yang tidak ingin disebutkan namanya,, katanya... kurangilah sedikit sikap belagumu. Sumpah! Ini bukan kata-kataku. Tapi aku setuju,, biar nggak terus-terusan jadi nightmare gt,, beneran deh, sekarang diriku ngajak damai,, walau githu apresiasiku padamu nggak kurang dari panitia yang lain. Nadia yang berniat mengorbankan osjur, Fitra yang mengorbankan BEM, Budi yang buat acara makin ceria dan hidup. Kalian keren!!!!

PANITIA PC08,, kepanitian yang paling berkesan buatku setelah kepanitiaan MCamp 3 tahun yang lalu.

Aku tak tahu harus berkata apa lagi pada kalian untuk menunjukan betapa berharganya kalian buatku. Tak ada kata yang sanggup gambarkannya. Aku ingin persahabatan kita abadi, sampai di surga. Kalau pun aku tak berhak masuk surga, aku ingin masuk surga karena aku mencintai kalian. Amien...

Selalu ingat kalau kita adalah satu tubuh. Janganlah saling menyakiti. Hanya orang tak waras yang mampu menyakiti tubuhnya sendiri. Dan aku yakin kalian masihlah orang-orang yang waras. Apapun yang keputusan yang tlah diambil teman kita. Jangan pernah menyalahkannya. Percayalah padanya, dia sudah pertimbangkan apapun resiko yang akan dia hadapi dengan pilihannya.

Hidup ini bagai sebuah bangunan. Yang setiap bagiannya adalah penting. Semua berbalik pada kita apakah kita dapat menyadari kepentingan dari bagian itu atau tidak. Kalau ada panitia yang kelewat atau terkesan kedatangannya adalah tidak penting karena tulisan saya. Hal itu bukanlah karena kontribusinya yang kurang tapi itu hanyalah kesalahan dan kebodohan saya yang tidak bisa melihat begitu pentingnya kalian. Ah... manusia memang tempatnya salah.

PC09? Akan adakah? Semoga kita berhasil seperti panitia PC07 yang berhasil memaksa kita mengadakan PC08. Panitia PC07,, walau kalian tak terlihat lagi,, kalian tetap berarti bagi kami,, setidaknya bagiku.

Allahhu Akbar!!!!

Jumat, 01 Agustus 2008

Story-Guide 1 :

Pengarang memiliki kedaulatan penuh akan apa-apa yang akan dia karang. Tak akan ada yang mampu melarangnya menjalankan rencana-rencana yang terpikirkan olehnya. Apakah itu rencana itu sangat indah membuat dunia melayang bermimpi tak lagi berpijak di bumi. Apakah itu rencana yang kejam menghempas dunia ke dasarnya yang membara.

***

Namaku Keisya. Murid kelas 2 SMA Harapan Muda atau biasa kami singkat Harmud. SMA Harapan Muda adalah salah satu SMA favorit di kota Bandung ini. Setiap angkatan terdiri dari empat kelas dan di setiap kelasnya terdapat tak lebih dari 35 orang murid. Sebagai salah satu SMA favorite kami memiliki fasilitas yang cukup lengkap dan aturan disiplin yang ketat. Karena itu, bayaran di sekolah kami pun sedikit lebih tinggi daripada SMA pada umumnya. Oleh karena itu, hanya orang-orang dengan ekonomi menengah rada ke atas dan tingkat ekonomi tinggi yang mampu bersekolah di SMA ini.

Ada empat type anak Harmud, setidaknya ini menurutku.

Type satu, walaupun berasal dari tingkat ekonomi yang high, anak-anak type satu ini biasanya ke sekolah dengan pakaian "baju adik". Sayangnya anak-anak model ini lebih suka menghabiskan uangnya di mol-mol dari pada membeli kebutuhan primer mereka yang jelas-jelas lebih pantas untuk mereka prioritaskan. Anak-anak macam ini sering membuat penjaga sekolah berapi-api. Populasinya sekitar 20%.

Type dua, anak-anak type dua ini nggak kalah tajir dari anak-anak type satu. Namun, mereka lebih cerdas dalam berpakaian dan biasanya berkacamata tebal. Bertolak belakang dengan anak type satu yang hanya bisa bertengger di barisan paling akhir ranking kelas, manusia-manusia type dua ini tak pernah lepas dari podium ranking. Sekolah tak perlu susah-susah memikirkan mereka. Orang-orang macam ini biasanya mempunyai jadwal les ini dan les itu setiap harinya. Sayangnya orang-orang ini hampir tak punya wktu untuk sekedar bermain dan bercanda dengan teman sebangkunya. Aku pikir, orang-orang ini terserang penyakit gila nomor 8, menurut ilmu penyakit jiwa yang ditutur Andrea Hirata dalam Tetralogi Laskar Pelangi nya. Anak-anak type dua ini hanya bisa ditemukan di empat tempat pada empat waktu. Di kelas ketika jam pelajaran, di perpus saat istirahat, di masjid kampus ketika waktu shalat dan di toilet ketika mereka ingin buah air dan berwudhu. Untungnya orang-orang macam ini hanya ada 10%.

Type tiga, anak-anak type tiga ini biasanya berpenampilan rapih, pintar berbicara juga berkilah dari janji. Persis para pejabat. Hal yang terakhir sih tidak semua. Orang-orang macan ini menghabiskan separuh dari hidupnya untuk rapat membahas hal-hal yang menurutku sangat membosankan. Dengan kesibukan macam itu, mereka masih bisa merebut prestasi yang cukup fantastis. Walau tak seperti orang type dua yang tak pernah lepas dari podium ranking, mereka selalu merebut kedudukan 10 besar. Atau sebontot-bontotnya 15 besar. Beruntungnya Harmud, orang-orang macam ini hanya ada 20%. Bisa ditebak orang-orang type tiga ini akan kita temukan di ruang OSIS, ruang Ekskul atau koridor timur (kortim) mesjid sekolah.

Sedangkan type empat adalah orang-orang biasa macam aku, Rena juga Nila. Seperti 50% anak Harmud lainnya, kami memang tak se"wah" orang-orang type dua dan type tiga. Kami dapat nilai 6 dengan belajar sungguh-sunguh, dapat nilai 7 dengan belajar jungkir balik, dapat nilai 8 dengan belajar mati-matian, dapat nilai 9 dengan belajar sampai muntah dan hanya keberuntungan yang membuat kami dapat nilai sempurna. Sering turut berpartisipasi dalam kegiatan keorganisasian namun tak pernah dapat posisi lebih tinggi dari staf. Type empat ini (juga sebagian type tiga), biasanya menduduki tingkat ekonomi menengah rada ke atas. Anak-anak type ini biasanya menunggu orang tua mereka pulang agar bisa ngirit ongkos yang melambung tinggi akibat naiknya harga BBM. Bedanya, orang-orang type empat ini sangat suka sekali memanfaatkan masjid sekolah Harmud atau taman sekolah untuk tempat mereka belajar menunggu para orang tua mereka menjemput mereka. Ketika istirahat pun kami memanfaatkannya untuk makan, shalat juga terkadang kami manfaatkan untuk tidur. Melepas lelah dan penat. Kadang juga mengerjakan PR yang tak sempat dikerjakan di rumah. Walau sekolah masih tetap harus berpikir keras memikirkan orang macam kami, tapi kami cukup membuat sekolah ini bangga karena punya murid pekerja keras macam kami.

***

Namaku Ananti Keisya Fardani. Umurku 16 tahun. Biasa dipanggil Ade. Anak tunggal di kartu keluarga. Alias anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakak lelakiku sudah menikah.

Abang tertuaku, Raditya Surya Fardani, umurnya terpaut 12 tahun dariku. Anaknya baru aja lahir. Namanya Nadia. Mbak Kiran yang terpaut umur enam tahun dari Bang Radit belum cukup kuat untuk mengunjungi kami di Bandung. Abangku yang lulusan sarjana dan magister Fakultas Ekonomi ini bekerja salah satu perusahaan kontraktor terkemuka di ibu kota sebagai manager pemasaran. Mbak Kiran sendiri adalah lulusan sebuah akademi kesekretariatan. Baru lulus lima bulan yang lalu. Waktu itu perutnya sudah mulai membesar.

Abangku yang kedua, Dimas Iskandar Fardani, terpaut umut 10 tahun denganku. Teh Rana sedang menghitung hari, menunggu kelahiran putra pertamanya. Berbeda dengan Mbak Kiran, Teh Rana hanya dua tahun di bawah Bang Dimas. Berarti lebih tua dua tahun dibanding Mbak Kiran. Bang Dimas adalah lulusan Teknik Perminyakan sedangkan Teh Rana adalah lulusan Farmasi di institut teknologi yang sama. Mereka kini mencoba berkontribusi untuk menurunkan harga minyak dunia. Mencari sumber-sumber minyak baru di pelosok Kalimantan sana.

Setelah Bang Dimas lahir, ibuku ikut KB. Namun, karena hasrat ingin memiliki anak perempuannya begitu tinggi. Setelah sembilan tahun lebih absen, akhirnya ibuku pun mengandung dan melahirkanku ke dunia. Karena aku adalah anak perempuan yang begitu dinantikannya. Maka dialah yang memberiku nama, berbeda dengan dua abangku yang diberi nama oleh ayahku. Ananti adalah singkatan dari anak perempuan yang dinanti, Keisya adalah nama yang telah ibuku persiapkan untuk anak perempuannya semenjak dia gadis, dan Fardani adalah nama yang juga dimiliki dua kakak lelakiku yang merupakan singkatan Farah-Dani. Ibuku bernama Farah Saphiyah dan ayahku Achmad Ramdani.

Kalau ditanya siapa pribadi paling berpengaruh dalam diriku. Dia adalah Bang Dimas. Kepribadianku memang lebih mirip dengan Bang Radit, namun Bang Dimas lah yang lebih banyak mencecoki pemikiranku. Makanya, ketika tahun lalu dia menikah dengan Teh Rana. Aku dibuatnya nangis bombay.

***

Namaku Key. Begitulah aku dipanggil teman-temanku, oleh Rena dan Nila. Kami satu kelas di SMA Harapan Muda. Kami punya ketertarikan yang sama. Buku. Buat kami, buku adalah sahabat yang paling setia. Kami memang bukan siswa yang brilian. Namun tak juga memalukan. Rena ranking 8, aku ranking 10 dan Nila peringkat 12.

Selain itu kami bertiga memang ambil sedikit bagian dalam Ikatan Remaja Mesjid sekolah. Bukan karena apa-apa, karena kami sering "nongkrong" di sana. Aku lah yang pertama mengusulkannya. Kupikir mesjid adalah tempat yang paling ideal untuk dijadikan tempat belajar dan menunggu ayah kami menjemput kami.

Hari ini... sepereti biasa...

Sepulang sekolah, kami pun bergegas menuju tempat favorit kami. Koridor selatan mesjid sekolah. Lalu kami pun asyik membicarakan Laskar Pelangi. Buku itu kini sudah menjadi buku wajib baca buat anak-anak SMA Harapan Muda, terutama untuk type tiga dan type empat. Rena yang pertama kali memulainya.

"Apa arti sebuah mimpi ya Key?"

"Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu."

"Arai?" sahut Nila.

"Tuhan tahu tapi menunggu." Sahutku lagi.

"Arai lagi?" kembali Nila.

"Mimpimu apa Key?" kini giliran Rena.

"Bekerja di daerah untuk rakyat."

"Sebenernya buat apa kita hidup di dunia ini Key?" kini Nila.

"Untuk bersyukur. Mensyukuri hidup, mensyukuri dengan berjuang terus untuk tetap hidup."

"Baca buku apa kamu?" Rena kini.

"Itu kata-kata Abangku."

"Kerja di daerah juga impian abangmu khan?"

"Aku jadi penasaran deh. Ama abangmu itu. Kalo lagi di Bandung kapan-kapan kenalin donk."

"Ih... kalian ini kegenitan ya, Abang-abangku tuh udah tua tau."

Dan tiba-tiba...

"Adiknya Kang Dimas ya?"

Ya, ini sudah yang kesekian kalinya. Aku tak tahu apa yang sebenernya dilakukan oleh abangku itu. Adik-adik kelas di kampusnya begitu terkenang akan dia. Lebih tepatnya aku tak pernah mau peduli tentang hal lain mengenai abangku itu. Ku pikir hanya mngenalnya sebagai kakakku akan lebih nyaman buatku.

"Teteh, kenal abang saya dari mana?"

Akhirnya dia bercerita mengenai dirinya. Dia ternyata adik kelas Teh Rana di kampusnya. Namanya Lili. Begitu juga dengan kami, mengenalkan diri masing-masing. Dia juga bertanya tentang kelas kami. Dan yang membuat kami terkejut adalah...

"Kalian juga pasti kenal ama adik Teteh. Soalnya dia di kelas yang sama dengan kalian. Namanya Fajar."

Kami pun saling berpandangan penuh arti. Bagaimana mungkin seorang Fajar mempunyai kakak semanis Teh Lili ini. Allah sungguh mahaadil.

Fajar. Dia adalah ketua Ikatan Remaja Mesjid. Dia memang sekelas dengan kami. Dia adalah rival debatku. Satu-satunya yang menanggapi pendapat-pendapatku di kelas sewaktu pelajaran Sejarah. Tanpa dia, pendapat yang ku utarakan hanya akan jadi nasi basi yang hanya pantas dimakan ayam. Di luar itu, kami tak pernah berhubungan. Jangankan mengobrol, saling menyapa pun kami tak pernah.

Aku mengerti. Suatu ketika Bang Dimas pernah bercerita padaku. Laki-laki dan perempuan memang harus menjaga pandangan. Jaga hijab, begitu katanya. Tapi... aku bingung kenapa hanya pada orang-orang tertentu saja dia bersikap seperti itu. Aku, Rena dan Nila adalah salah tiga nya. Rena dan Nila memang sudah memakai kerudung sejak meeka SD. Waktu itu mereka bersekolah di sekolah yang berlabel Islam. Sedangkan pada perempuan seperti Kitri, Cherry juga Venny yang type anak berbaju adik, dia sangat cair dan terbuka. Aku tahu pasti Fajar punya alasan sendiri mengapa melakukan itu semua. Namun, tetap saja aku pikir sikapnya itu menyebalkan.

Selain sikap menyebalkan itu, kami baik-baik saja. Tak pernah ada masalah. Sampai pada kejadian tadi siang...

Hari ini kami praktikum kimia satu kelompok di sebuah praktikum kimia. Aku, Rena, Nila, Fajar dan dua teman prianya yang lain, Dika dan Guruh. Pembagian kelompok dilakukan oleh guru kimia kami. Kami tak bisa menolak.

Harus ku akui sifat kolerisnya memang mampu membuat kami mengerjakan seperti apa yang dia kehendaki. Ini berlangsung baik sampai aku melakukan sebuah kesalahan.

Tabung reaksi yang menjadi tanggung jawabku tak sengaja kupecahkan. Dan dia marah besar kepadaku. Dua temannya pun ikut terbengong-bengong, tanda sebelumnya mereka belum pernah melihat Fajar semarah itu.

Aku pun menunggu sampai suasana sedikit mendingin. Baru aku minta maaf padanya. Tentu saja ditemani Rena. Bang Dimas pernah bilang kalau ada dua orang yang bukan muhrim berduaan yang ketiga itu setan.

"Emm... aku tau, aku salah Jar. Tapi... aku tadi tuh bener-bener di luar kendali aku. Maaf ya."

"Hm..."

"Kamu masih marah sama aku?"

"Kapan aku marah sama kamu?" katanya dengan nada membentakku.

Seumur-umur baru Fajar yang berani membentakku seperti itu. Ini di luar ambek-ambekan teu puguh dengan skenario yang dilakukan oleh Tatib-tatib MOS kemarin. Aku pun langsung meninggalkannya dengan kesal menuju kamar mandi mesjid sekolah.

Di situ, aku menangis sejadi-jadinya di telepon.

"Ade tau. Kesalahan Ade emang cukup fatal. Makanya Ade minta maaf sama dia. Tapi khan bukan berarti dia boleh memperlakukan Ade seenaknya kayak githu."

"Duh, adenya Abang nangis. Cup-cup."

"Abang! Malah ngeledek!."

"Idih, siapa yang ngeledek. Mo percaya abang nggak?"

"Apa?"

"Kalo emang ceritanya githu. Percaya ama abang. Fajar itu suka sama kamu. Hahaha!"

"Tuh khan. Abang masih ngeledekin Ade terus."

"De, kalo nggak percaya. Kamu boleh tanya sendiri sama orangnya."

"Abang! Abang kira Ade sebodoh itu apa. Serius donk Bang."

"OK. Sekarang Abang serius deh. Sebenernya kalau pun ada orang yang nggak suka sama kamu atau ada orang yang nggak kamu sukai. Itu wajar. Manusiawi. Hidup ini keras Key. Abang yakin semakin kamu besar, semakin luas pergaulan kamu, nanti kamu akan melihat banyak orang yang lebih aneh dan lebih menyebalkan dari hanya seorang Fajar. Abang mo cerita pengalaman Abang waktu kuliah. Tapi, jangan bilang-bilang Ibu ya."

Ya, beginilah cara Bang Dimas mendidikku. Posisinya bukan saja sebagai kakak, tapi juga guru. Mahaguruku untuk urusan hidup. Aku tak tahu apa saja yang dilakukannya selama sekolah dan kuliah. Tapi pengalamannya tak pernah habis untuk dia ceritakan padaku.

Oo... kembali ke koridor selatan mesjid sekolah.

Setelah itu Teh Lili pun pamit. Dewi sudah menunggu. Ya, Teh Lili dan Dewi seperti memang sudah janjian untuk bertemu.

***

Story-Guide 2 :

Keisya... aku bingung denganmu. Kau bercerita dengan sangat populer. Hanya bercerita tentang SMA Harapan Muda dan keluarganya juga kegiatan yang dilakukannya bersama teman-temannya. Yang terakhir malah memperlihatkan kalau dia ini cengeng juga manja. Juga sangat tergantung terhadap kakaknya. Ini akan membuat seakan-akan hasil pikirannya hanyalah corong dari pemikiran kakaknya. Ini berbahaya kalau terus dibiarkan.

Dimas memang punya peranan penting dalam pembentukan pribadi Keisya. Tapi dalam nada ceritanya, Keisya seakan sangat bergantung pada kakaknya itu. Ini salah.

Tiga bab sudah aku sediakan untuknya. Aku belum juga mengerti kemana Keisya ingin membawa cerita tentang dirinya. Bagaimana pembaca bisa tau keistimewaan tentang dirimu? Tak boleh kubiarkan Keisya merusak imagenya sendiri.

Pada dasarnya Keisya adalah pribadi yang tertutup, objektif, rendah hati dan sulit ditebak. Dia orang yang menyenangkan dan piawai dalam membina pembicaraan-pembicaraan yang populer. Bisa dilihat dari caranya bercerita. Walau menurutku dia terlalu hati-hati. Aku curiga selanjutnya dia akan cerita bagaimana menyenangkannya berlibur dengan teman-teman liburan kenaikan kelas kemarin.

Jadi kupakai Rena untuk membuka sisi lain dari seorang Keisya.

***

Namaku Rena. Aku tau selama ini Key yang memegang tambuk cerita ini. Aku tak mau merubah tokoh utamanya. Tetap Key, tapi akan ku tambah dengan Fajar. Kukira Key tak akan marah bila kupinjam teorinya mengenai empat type anak Harmud.

Aku dan Key bertemu untuk pertama kalinya di hari pertama kami sekolah. Saat itu Key sendiri. Aku dan Nila yang sudah bersahabat sejak SMP pun mendekatinya.

"Kenalan donk."

"Keisya."

Ucapan tegas namun sambil tersenyum tulus. Cerminan pribadi yang kuat tapi menyenangkan.

Seorang Keisya adalah seorang melankolis bila diajak merasa dan berpikir. Seorang sanguinis bila diajak bermain dan bercanda. Seorang plagmatis bila dimintai pendapat hal-hal yang tak menarik dan dirinya merasa tak kompeten akan hal itu. Dan seorang koleris bila sudah berdebat. Keisya yang seperti ini yang selalu kami hindari. Hanya abangnya, Dimas, yang sebanding berdebat dengannya.

Ngomong-ngomong soal abangnya. Dia itu ternyata adalah Ketua OSIS dimasanya di sekolah ini dan presiden mahasiswa dimasanya di kampusnya. Orang type tiga, tak jarang pula anak-anak type tiga masa kini membicarakannya. Salah duanya adalah Fajar dan Kamil. Dua orang paling punya pengaruh di kalangan murid Harmud.

Kupikir Dimas yang lain. Dimas adalah sebuah nama yang akan ada lebih dari satu di setiap angkatannya. Aku selidiki fotonya di arsip kepunyaan Ikatan Remaja Mesjid sekolah. Persis sekali dengan foto yang ada di foto keluarga yang selalu dibawa kemana-mana oleh Keisya. Selain jadi ketua OSIS ternyata abangnya Keisya ini juga aktif Ikatan Remaja Mesjid. Benar-benar alumni yang legendaris.

Dalam berdebat, dia tak mau kalah, keras kepala. Aku dan Nila sudah menerimanya apa adanya. Bila terjadi perdebatan, kami hanya bisa mendengarnya memaparkan argumen-argumennya. Detail dan akurat. Dan kami perlu argumen lebih detail dan literatur yang lebih akurat dari pada argumen dan literaturnya.

Tak jarang guru-guru yang keteteran karena sikap tak pernah mau kalahnya. Untuk memperjuangkan nilai 0,5 dia rela datang ke perpus, mencari literatur yang lalu dia sodorkan pada guru.

"Bukan masalah nilai 0,5 Ren. Ini adalah soal kebenaran yang harus kita cari dan harus kita perjuangkan."

Itulah jawabannya ketika aku menegurnya ketika dia keukeuh akan protes pada guru kami. Saat itu kubilang, dia merugi bukannya untung. Kupaparkan argumenku.

"Ongkos ke pusda bukan uang yang kecil, Key. Belum lagi mencari-cari buku di sana. Semua pengorbanan itu tak sebanding dengan nilai 0,5."

Ini adalah ukuran argumen minimal yang akan dianggap serius olehnya. Di bawah standar itu dia akan menjawabnya dengan senyuman yang terjemahannya adalah...

"Kau tak tau apa-apa soal ini. Lebih baik kau hanya tau aku tersenyum. Aku tak ingin menyakitimu lebih jauh."

Nila adalah orang yang paling sering dapat senyuman darinya. Dan Nila terlalu polos untuk mengerti arti senyuman Key.

Kami adalah kelas IPA, tetapi sekolah memutuskan kami tetap harus belajar sejarah. Dan... inilah komentarnya ketika tau akan hal itu.

"Bukannya aku nggak suka sama pelajaran Sejarah. Aku malah sangat apresiatif terhadap keputusan sekolah untuk memberikan pelajaran Sejarah buat seluruh murid SMA Harmud. Tapi kalo pengajarannya masih kayak begini buat apa kita belajar sejarah. Yang terpenting dari belajar sejarah bukan apa dan siapa. Tapi mengapa dan bagaimana. Tanpa itu, pengajaran sejarah nggak akan ada bedanya dengan ppkn. Hanya sekedar doktrin akan kebenaran politik yang terjadi saat ini. Untuk semakin mengukuhkan orang-orang yang saat ini berkuasa."

Karena pernyataan yang inilah Keisya jadi begitu disayang oleh Bu Indah. Bahkan Bu Indah tanpa segan berdiskusi dengannya tentang bagian mana yang penting dari sebuah materi ajar. Sikap Bu Indah yang terbuka membuat pelajaran Sejarah jadi lebih menarik daripada pelajaran apapun.

Kamil, sang ketua OSIS pun pernah membujuknya untuk ikut berkontribusi di pengurus asuhannya. Namun, Keisya menolaknya dengan alasan tak kompeten. Dewi, koordinator akhwat Ikatan Remaja Mesjid tak cuma sekali merekrutnya. Kembali dia menolaknya dengan alasan yang sama. Walaupun pada akhirnya dia menerima dengan syarat aku dan Nila harus ikut juga. Inilah sisi plagmatisnya atau lebih tepatnya sisi apatisnya.

Sekarang, Fajar. Penghuni tetap kortim masjid sekolah. Ketua Ikatan Remaja Mesjid. Type tiga. Key dan dia punya satu kesamaan, keras kepala. Mereka berdua begitu mewarnai pelajaran Sejarah kami. Pemikiran mereka hebat. Pemikiran yang hanya di miliki 5 orang di antara 1000 orang lainnya. Mereka berdualah yang telah membuat banyak perubahan dalam caraku berpikir.

Saat itu pelajaran Sejarah. Saat itu kami sedang belajar tentang kebijakan presiden Soekarno tentang Nasakom.

Fajar langsung bersuara.

"Menurut saya, kesalahan dari kepemimpinan Soekarno adalah pada saat dia menggelegarkan ajaran Nasakom. Seperti kita ketahui bersama nasionalis dan agama atau nasionalis dan komunis itu masih bisa disatukan. Tapi jelas-jelas komunis itu bertentangan jelas dengan agama. Komunis tak mengakui adanya Tuhan dan agama pun disebutnya sebagai candu."

'Menurut saya' adalah kata yang wajib yang harus diucapkan orang-orang yang benar-benar mengerti soal sejarah. Itu kata Bu Indah.

Keisya sang rival pun langsung angkat tangan.

"Saya sangat menghargai pendapat Saudara Fajar."

Ini juga kata-kata wajib yang harus diucapkan orang-orang yang benar-benar mengerti soal sejarah. Lagi-lagi kata Bu Indah.

"Tapi... saya tidak yakin Soekarno seceroboh itu sampai tak tau apa-apa yang tadi dipaparkan oleh Saudara Fajar. Bagaimana pun Soekarno adalah seorang pemimpin yang sangat berdedikasi. Sebelumnya saya minta maaf, tapi pernyataan Saudara itu seperti sebuah keraguan akan kredibilitas Soekarno sebagai seorang pemimpin besar."

"Jadi?" jawabnya dengan wajah khas seeorang pemimpin yang tertarik dengan perkataan yang disodorkan lawan politiknya. Persis muka Bush, Obama atau Sarkozy.

"Saya lebih suka berpendapat kalau Soekarno kurang pintar bermain kata. Dan harus diakui itu sering terjadi di dunia kebahasaan kita. Menurut saya, itu lebih masuk akal untuk latar belakang seorang Soekarno yang teknisi dan bukan sastrawan. Daripada kita harus meragukan pemahaman Soekarno akan arti komunis dan agamis."

"Saya tunggu bukti dari Saudari."

Kalau sudah begini, pelajaran Sejarah akan jadi pelajaran yan paling ditunggu pekan depan.

Seminggu kemudian...

"Ananti, kamu sudah temukan buktinya?"

"Saya sudah membaca buku Di Bawah Naungan Merah-Putih yang ditulis sendiri oleh Soekarno. Hari ini saya bawa fotocopinya. Dan hipotesis saya terbukti. Beliau sama sekali tidak beranggapan kalau komunis yang beliau maksud di sini adalah komunis yang bertentangan dengan agama. Bahkan disini tertulis ayat-ayat Al-quran yang tidak bertentangan dengan ajaran sosialis. Kalau boleh saya buka, saya sering membaca buletin yang suka berceceran di mesjid. Tentang sistem ekonomi yang benar menurut agama islam. Saya tidak bilang itu sama. Namun, saya pikir banyak kesamaan antara konsep ekonomi islam dengan ajaran sosialis. Itulah juga yang dipikir Soekarno sampai-sampai dia berani menyandingkan agama dan komunis."

Jadi selama ini dia membacanya. Kupikir dia hanya melihatnya sekilas dan melupakannya. Tak kusangka dia mencerna kata-kata yang tertulis di buletin yang biasa kami pungut dan balikannya kami jadikan kotretan.

Fajar dan Keisya memang membuat pelajaran Sejarah menjadi lebih berwarna. Terutama buat anak-anak type dua dan type tiga.

Type empat terkadang hanya terbengong. Tapi kuhargai usaha orang-orang yang juga sepertiku. Setidaknya ada keinginan belajar dalam diri kami. Butuh waktu sedikit lebih banyak untuk merenungkan apa-apa yang Keisya dan Fajar perdebatkan. Aku yakin Keisya bahkan merenungkan hal ini lebih lama dari kami. Ini hanya masalah waktu. Keisya sudah merenungkan ini semua lebih dulu dari kami.

Anak-anak type satu yang paling parah, biasa mabal di pelajaran ini. Mereka terlalu malas memikirkan apa-apa yang kami diskusikan.

Sekali-dua kali aku memergoki Fajar memberikan tatapan aneh pada Keisya. Tentu saja Keisya tak pernah menyadari. Bahkan aku curiga kalau Fajar pun tak pernah menyadari tatapannya yang aneh buat Keisya.

***

Story-Guide 3 :

Cukup. Masalah Fajar biar dia yang ceritakan sendiri. Apa yang terjadi pada dirinya dan Keisya hanya Fajar sendirilah yang mengetahuinya. Keisya? Dia terlalu tertutup untuk jujur dan menceritakan semuanya. Tak mungkin dia mau ceritakan yang sesungguhnya terjadi. Namun yang jelas, Rena tak kompeten berkomentar soal ini.

Aku bingung, siapa yang akan ku dahulukan untuk bercerita. Beri aku waktu sedikit lagi.

....

Sudah kupikirkan. Nila lah yang akan bercerita selanjutnya. Ada sesuatu yang menarik antara dirinya dan Keisya.

***

Namaku Nila. Sama percis dengan salah satu jenis ikan tawar. Aku punya sebuah pengalaman yang cukup berarti buatku bersama Keisya.

Ini terjadi ketika awal-awal masa kepengurusan OSIS. Aku lihat Kamil, mengajaknya bicara berdua. Jarang memang Key mau bicara hanya berdua. Awalnya dia minta aku menemaninya. Namun, Kamil melarangku. Akhirnya Key pun luluh dan mau berbicara berdua saja dengan Kamil.

"Kamil tadi ngapain?" tanyaku.

"Ngajakin aku jadi anak OSIS"

"Terus?"

"Aku tolak."

"Kamu ini aneh ya, orang-orang itu ada yang sampe bertangis air mata darah buat jadi anak OSIS. Kamu yang diajakin sama ketuanya nolak. Aneh! Emang kenapa sih?"

Sudah kuduga dia akan menjawabnya dengan senyuman. Senyuman yang selalu kudapat setelah aku bertanya perilaku-perilaku 'aneh'nya. Seperti saat ini. Aku tak tau artinya senyumannya yang sebenarnya. Namun, karena sudah kuputuskan untuk menjadi temannya. Ku putuskan untuk mengartikannya,

"Kau hanya perlu menemaniku. Tolong jangan tanya lebih jauh lagi padaku."

Ya, aku akan selalu jadi temanmu. Yang akan terus menemanimu dalam perjalanan pikirmu. Apapun keputusan yang telah kau buat.

"Karena aku cantik." jawabnya setelah senyumannya habis.

Gabruk!

***

Namaku Fajar. Aku tau aku bukanlah orang pertama yang bercerita di sini. Aku juga yakin orang-orang sebelumnya telah berbicara tentang aku. Jangan percaya. Akulah yang paling tau siapa aku. Bukan orang lain.

Aku memang menjabat sebagai Ketua Ikatan Remaja Mesjid. Tapi ku pikir itu bukanlah hal yang cukup menyenangkan. Aku jadi selalu disorot dan nama Ikatan Remaja Mesjid akan tercoreng jika ada yang tak beres denganku.

Aku baru mengerti mengapa ada sebuah grup band yang menyatakan wanita adalah racun dunia dan dia bisa rusakkan semua. Ada juga yang bilang dunia yang digenggam tak ada artinya bila dia tak dapatkan cinta dari seorang wanita.

Sebenarnya aku lebih suka menyebut mereka perempuan. Asal kata wanita adalah batina yang berarti anjing betina. Sedangkan kata perempuan berasal dari kata mpu yang berarti pemilik dan puan yang berarti kehormatan. Aku banyak belajar dari David Becker di Digital Fortress nya Dan Brown. Walau pun Dan Brown adalah seorang Darwinis, setidaknya begitulah menurutku, aku tetap bisa banyak belajar darinya.

Kalian berpikir pasti ini semua murni kata-kataku. Sayangnya tidak semua. Satu kalimat terakhir aku pelajari dari seorang perempuan bernama Keisya.

Awalnya dia sama saja dengan sebagian besar anak perempuan yang lain di kelasku. Sama dengan mereka berkerudung cekek. Suka berkumpul di depan kelas ngegosip nggak jelas atau main cap-cap-gulicap saat guru tak masuk kelas. Hanya saja kerudung Keisya dan dua kawannya, Rena dan Nila, memang sedikit lebih panjang mengulur ke dada. Memang jauh bila kita sandingkan dengan Dewi serta akhwat lainnya. Namun, ini cukup untuk jadi alasanku untuk menghormati Keisya, Rena dan Nila selayaknya aku menghormati akhwat-akhwat lainnya.

Tapi anggapanku tentang seorang Keisya adalah perempuan biasa terkikis habis ketika pada suatu hari guru PPKn memaki-maki orang-orang komunis. Tidak ada yang mendengar makiannya, termasuk aku.

Jujur saja, aku tak begitu suka dengan pelajaran-pelajaran macam ini. Satu arah. Guru adalah subjek dan murid adalah objek penderita. Aku bahkan berani berkata PPKn tak lebih daripada ajaran Soehartoisme yang sudah tak laku lagi di jaman reformasi seperti saat ini.

"Biar kata orang-orang komunis, aku tetap bisa banyak belajar dari mereka. Karena tidak akan ada yang merasa dirinya salah. Sekalipun orang itu sudah mengaku bersalah. Aku yakin sekecil apa pun bagian dalam dirinya pasti bilang dirinya tidaklah salah." sahut Keisya yang duduk di bangku seberangku.

Anak itu!

Keisya adalah teman diskusi yang mengasikan. Pandangannya luas, analisisnya detail dan sumbernya akurat. Mungkin orang seperti dia hanya ada satu diantara 560 orang di Harmud. Ketika ada suatu masalah yang terjadi tanpa sadar aku berusaha duduk dekat tempat duduknya. Aku memasang kuping dan mencoba menangkap komentarnya tentang masalah itu. Kalau tidak aku menatapnya dari jauh dan berusaha menangkap gerak bibirnya.

Semua masih berjalan wajar sampai suatu ketika kami dikelompokan dalam kelompok praktikum yang sama. Aku semakin kagum dengan perempuan yang satu ini. Begitu cekatan. Pekerjaannya bagus dan sudah selesai sebelum waktunya. Aku pun menyuruhnya mengerjakan tugas Nila.

Prang!

Tabung reaksi yang dipegangnya jatuh tepat di sebelah tangan kirinya. Isi tabung itu adalah HCl 2 M. Sedikit lagi, bisa langsung membabat habis tangannya.

"Key, kamu tuh kalau pegang tabung reaksi yang serius donk!"

Aku tak sadar kalau suaraku begitu kerasnya. Itu di luar kendaliku. Aku melihat Guruh dan Dika yang bengong serta Keisya yang diam tak berkutik. Aku jadi merasa sangat bersalah. Melihat aku yang seperti itu, aku yakin tak akan ada satu orang pun yang mau mendekatiku. Aku pun akhirnya pergi dari ruangan itu. Dan menuju ke masjid. Aku shalat dhuha.

Ada apa denganku? Aku begitu takut dia mengalami sesuatu yang buruk. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan rival diskusiku itu. Aku berucap istigfar ratusan kali.

Sekembalinya aku ke kelas. Keisya dan Rena mendekatiku.

Satu lagi unik dari dirinya. Hanya sekali ku lihat dia berdua dengan lelaki. Bersama Kamil. Dan aku tau betul, sebelumnya dia meminta Nila untuk menemaninya. Kamil menolaknya. Ingin aku cegah kemungkaran ini. Namun, aku sadar kemungkaran yang muncul setelahnya akan lebih berbahaya. Fitnah.

"Emm... aku tau, aku salah Jar. Tapi... aku tadi tuh bener-bener di luar kendali aku. Maaf ya." katanya dengan muka sangat bersalah.

Jantungku berdetak kencang. Aku hampir tak bisa mengendalikan seluruh gerak tubuhku.

"Hm..." hanya itu yang mampu aku kusuarakan. Aku mau mengucapkan hal yang lebih dari itu. Bilang aku tak pernah marah padanya. Namun, aku tak mampu.

"Kamu masih marah sama aku?"

Perkataannya yang ini makin membuatku merasa bersalah. Kalau saja aku bisa mengurangi angka denyut jantungku. Akan kukurangi sampai dua digit. Dan aku akan menenangkannya seperti aku menenangkan Venny ketika dia hendak menjenggut rambut Kitri. Tapi di depanku bukan mereka berdua. Di depanku adalah Keisya.

"Kapan aku marah sama kamu?" teriakku.

Sial!

Bodoh!

Aku semakin terlihat bodoh dengan mengutuki diriku sendiri.

Ada apa sebenarnya dengan diriku ini?

Wanita memang racun dunia.

***

Namaku Dewi. Koordinator akhwat Ikatan Remaja Mesjid. Aku adalah penghuni tetap koridor timur mesjid sekolah. Bersama Fajar, Dika, Hasan juga Sari dan Huda. Aku, Fajar dan Dika berada di kelas yang sama. Sedangkan Sari, Huda dan Hasan menyebar di tiga kelas yang berbeda.

Hari ini Fajar sungguh aneh. Dia begitu tak fokus memimpin rapat ini. Akhirnya kuberanikan diri untuk berbicara. Adab majelis, aku mengacungkan tanganku,

"Afwan, Akh Fajar, Ana pikir antum sudah tidak fokus lagi memimpin rapat ini. Ya... mungkin antum punya masalah di rumah. Ana pikir, lebih baik rapat ini di pending aja."

"Nggak perlu. Ana akan coba untuk lebih konsentrasi." katanya.

"Em... ana pikir. Kalau pun rapatnya tidak di pending, setidaknya antum menyerahkan pimpinan syura pada orang yang lebih bisa berkonsentrasi." kataku lagi.

Tak pernah aku melihat Fajar semerana itu. Akhirnya dia pun menyerahkan tampuk kepemimpinannya pada Dika.

Seusai rapat akan ku konfirmasi semua kecurigaanku selama ini.

"Akh Dika, ana mau bicara sebentar dengan antum. Ada yang harus ana perjelas mengenai proker terdekat kita."

Akhirnya, aku, Sari dan Dika rapat bertiga. Proker ini memang tanggung jawab kami bertiga.

"Ana minta tolong, coba antum cek lagi data-data yang ini. Dan... sebelumnya ana minta kepada Ukh Sari dan Akh Dika untuk merahasiakan pembicaraan kita bertiga hari ini. Dan kalau seandainya Ukh Sari tidak mengerti, ana minta maaf. Ana yakin Akh Dika sudah bisa menebak arah bicara ana akan kemana. Ana hanya ingin konfirmasi, selama ini ana curiga ada sesuatu yang terjadi dengan Akh Fajar dan salah seorang teman perempuan yang sekelas dengan kita. Dan puncak keanehannya adalah tadi."

"Sebetulnya ana juga sudah lama curiga dengan perhatian Akh Fajar yang cenderung berlebihan kepada     teman perempuan kita itu. Tapi, Akh Fajar bilang dia hanya mengagumi sosok teman perempuan kita itu. Ya, Ukh Dewi juga tau kalau mereka sudah berdebat di kelas seperti apa. Katanya sih dia menganggap teman perempuan kita itu tak lebih seperti Venny, Kitri juga teman kita yang lain. Ukh Dewi juga tau, walaupun Akh Fajar itu ketua Ikatan Remaja Mesjid, dia tetap terbuka bergaul dengan siapa saja. Mengenai kejadian tadi, keliatannya ana perlu bicara dulu dengan Akh Fajar."

"O... kalau memang ceritanya seperti apa yang diceritakan Akh Dika. Ana cuma bisa nitip ama Akh Dika untuk terus mengingatkan Akh Fajar."

"Insya Allah."

Sebenarnya aku syok berat. Virus macam itu bahkan bisa menyentuh ikhwan semilitan Fajar. Aku tak meragukan seberapa ketat Fajar menjaga dirinya. Bahkan tak pernah kulihat mereka berhubungan di luar debat mereka di kelas. Memang banyak kasus CBSA alias Cinta Bersemi Sesama Aktivis. Di depannya mereka jaga hijab, di belakang mereka SMS nggak karuan. Entahlah, namun aku tau siapa Keisya dan Fajar. Aku yakin, mereka bukan type-type orang yang bisa melakukan itu semua.

Ya Rabb, aku semakin yakin. Manusia hanyalah makhluk lemah yang tak punya kekuatan selain kekuatan darimu.

***

Story-Guide 4 :

Fajar... Fajar...

Kau memang tak pernah mngecewakanku. Kau begitu jujur mengutarakan semuanya. Aku sangat suka caramu bercerita.

Dewi?

Dia melakukan tugasnya dengan baik. Namun, tak istimewa buatku.

Keisya... Keisya...

Dirimu memang sangat membosankan bila kau bercerita tentang dirimu sendiri. Kau harus lebih banyak belajar kepada Fajar.

Sekarang aku butuh seseorang yang lebih independen untuk bercerita tentang Keisya.

Siapa?

Siapa?

Siapa?

Aha!

Aku tau siapa yang tepat untuk mengemban tugas ini. Seseorang yang sebenarnya tak kurencanakan untuk muncul.

***

Namaku Dimas. Nama yang sangat pasaran memang. Nama lengkapku Dimas Agustin Feryawan. Aku tau namaku tak pernah tersebut sekalipun di atas. Aku sekelas dengan Keisya. Duduk tepat dibelakangnya. Siapa pun yang pernah berteman dengannya pasti terkesan akan dirinya. Akan ku ceritakan betapa dia menyenangkan sebagai seorang teman.

"Dim, Kemana aja kamu kok kemarin-kemarin nggak masuk?"

Dia memang teman yang perhatian. Teman yang tak masuk, pasti ia tanyakan kabarnya begitu mereka masuk.

Ya, aku memang sudah tidak masuk lima hari sekolah. Satu minggu ditambah 2 hari libur.

"Gw ke Surabaya."

"Wah asyik. Oleh-olehnya donk."

Ku letakan keresek besar berisi oleh-oleh untuk teman-teman sekelas di mejanya.

"Ngapain?" tanyanya setelah mengambil beberapa macam makanan.

"Kakak sepupu gw nikah."

"Wah selamat ya." Kini Rena dan Nila mengatakannya berbarengan.

Aku memang cukup akrab dengan mereka bertiga. Sebagaimana aku dan mereka akrab dengan teman-teman yang lain.

"Jar, kuenya ambil aja!" sahutku pada Fajar yang lewat di depanku sambil menunjuk ke arah meja Keisya.

Fajar mengambil sebuah kue. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh dengan tingkah laku Fajar di depan Keisya. Begitu juga dengan tingkah laku Keisya.

"Wah, kayaknya gw ketinggalan banyak cerita nih."

Setelah ku desak dengan rayuan mautku. Akhirnya Nila mau juga menceritakan kejadian kemarin. Ku tengok kiri dan kanan.

"Gw mo nanya nih. Emm... dimana tepatnya tabung reaksi yang dipecahin Key itu jatuh?"

"Tepat disebelah tangan kiri Key." Nila memang yang paling akrab denganku.

"Isinya?"

"HCl 2 M."

Pantas saja! Aku memang tak begitu pintar. Tapi aku tau kalau tangan Keisya bisa langsung terbabat habis oleh cairan itu. Tak mengertikah dirimu tentang ini?

Kecurigaanku selama ini telah terbukti. Fajar. Biar kata dia Ketua Ikatan Remaja Mesjid. Dia tetaplah seorang lelaki. Aku ini sudah berpuluh kali jatuh cinta. Pengetahuanku akan hal ini tak perlu diragukan lagi. Aku sudah menduganya tlah luluh oleh seorang Keisya. Setinggi apa pun benteng yang dibangun oleh seorang lelaki akhirnya pasti akan ada wanita yang khan mampu melampauinya.

"Key, gw nggak nyangka bakal ada juga yang suka ama cewek sok kepinteran macam lo."

"Kamu nggak usah ngeledek aku deh. Mentang-mentang namanya sama-sama Dimas. Hobinya juga sama, ngeledekin aku."

"Maksud lo?"

"Kakaknya Key namanya juga Dimas." sahut Rena kini.

O....

Ah, Keisya. Maaf saja, namun menurutku penampilanmu sama sekali tak menarik bahkan cenderung sok kepinteran seperti yang kukatakan tadi. Walau dirimu menyenangkan namun dirimu bukan type perempuan yang bisa diatur seperti Kitri atau Venny. Kedua mantanku. Kau adalah seekor burung yang tak pantas di kekang oleh sangkar emas sekali pun. Sama sekali bukan typeku.

Fajar? Aku yakin kisah ini tak akan berlangsung singkat. Bahkan mungkin akan terus bergulir hingga keduanya sama-sama mengakhirinya dengan menikah dengan pasangan mereka masing-masing. Aku berani mempertaruhkan kelelakianku untuk cerita ini. Kita lihat saja keterusan dari kisah mereka.

***

Story-Guide 5 :

Akhirnya...

Ku pikir karakter Keisya sudah tergambarkan dengan cukup gamblang olehku. Begitu juga pemikirannya. Telah semuanya tersampaikan oleh orang-orang di sekitarnya.

Sekarang tinggal aku akhiri kisahnya.

Aku bingung akan ku buat happy ending atau sad ending. Orang-orang Indonesia begitu suka akan cerita-cerita telenovela juga film india. Semuanya berakhir happy ending. Tetapi aku tak begitu saja gegabah memenuhi keinginan pasar. Cerita ini adalah cerita yang tidak biasa.

Begini saja, aku serahkan akhir cerita ini pada Dimas, abangnya Keisya.

Aku selalu suka caranya mengakhiri cerita.

***

Namaku Dimas. Dimas Iskandar Fardani. Umurku sama sekali tak muda, 32 tahun. Istriku baru satu dan akan tetap satu sampai maut memisahkan kami. Namanya Reni. Anakku sudah tiga. Yang pertama bernama Sheira, kelas 1 SD. Yang kedua bernama Erief, terpaut 20 bulan dari Sheira. Dan yang terakhir Nurul hanya terpaut 15 bulan dari Erief.

Setelah lima tahun bertualang di pedalaman Kalimantan. Terjadi perubahan besar-besaran di perusahaanku bekerja. Aku dapat beasiswa. Aku ambil manajemen di universitas terfavorit negeri ini. Letaknya di kota Depok. Tahun lalu aku lulus gelar S2ku dan akhirnya kuputuskan untuk menerima promosi untuk bekerja di kantor pusat yang letaknya di Jakarta. Kasian anak-anakku kalau harus tertinggal pendidikannya jika aku memaksakan diri terus mengejar mimpiku bekerja di daerah. Sungguh nyomplang kualitas pendidikan di jawa dan di luar jawa. Meski kini ada otonomi daerah, kesenjangan itu tetap tajam.

Aku anak ke dua dari tiga bersaudara.

Kakakku Radit, dua tahun diatasku. Anaknya baru dua. Nadia terpaut hitungan bulan dengan Sheira.dan Firman seumuran dengan Nurul. Kariernya kini sudah cukup lumayan. General Manager di perusahaan selama ini dia mengabdi.

Adikku Keisya. Terpaut 10 tahun dibawahku. 22 tahun. Sejak tiga tahun yang lalu, dia ikut tinggal bersamaku. Aku satu kampus dengannya. Sebelumnya dia tinggal bersama Bang Radit. Namun, karena Bang Radit dipromosikan dan akhirnya pindah kantor. Dan ini bersamaan dengan kepindahanku. Dia baru saja lulus cumlaude dari Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Keisya...

Adikku tersayang. Ku pikir aku telah berhasil mengkadernya seperti yang ku mau. Namun, ketika ku tanyakan tentang sesuatu yang cukup prinsipil. Aku terkejut sekejut kejutnya. Dan kupikir dinding-dinding pemikiran apa pun terlalu tinggi untuk mengekangnya. Pikirannya bagai burung yang harus terbang agar berkembang.

Tau aku dapatkan beasiswa, Reni pun turut berburu beasiswa. Dapat dan dia lulus bersamaan denganku di fakultas yang tak beda dengan Keisya.

Sejak awal lulus hanya berkarier di daerah membuat gelar S2nya tak begitu laku. Yang penting pengalaman. Dunia sudah sedemikian kejamnya. Karena itu, dia mulai berkoordinasi dengan Keisya hendak mendirikan rumah sakit. Kini dia sedang sibuk-sibuknya menghubungi teman-tema lamanya untuk ikut bergabung. Setidaknya ikut menyumbang uang.

"Gimana Lili? Mau?"

"Insya Allah." katanya.

"Ehm... Bang, dia juga lagi ngebujuk Fajar supaya mau bikin proposal."

Fajar. Aku tau dia. Dia adalah adiknya Lili yang Ketua Ikatan Remaja Mesjid Harmud. Keisya pernah sekelas dengannya. Aku pernah mendengar Keisya menceritakannya. Hanya sekali dan tak pernah lagi. Berbeda dengan Keisya yang memilih ilmu kesehatan masyarakat. Fajar berlabuh di fakultas kedokteran universitas yang terus dikecam karena mengambil mahasiswa di luar SNMPTN dengan bayaran yang berpuluh kali lipat. Mereka terpisah puluhan bahkan ratusan kilometer. Namun, kini seperti dipertemukan kembali oleh takdir. Oleh proyek yang diprakarsai oleh Reni dan Lili.

"Kenapa harus bikin proposal?"

"Dia khan baru sarjana kedokteran. Belum jadi dokter."

"Terus, kenapa harus bikin proposal?"

Istriku tercinta itu hanya tersenyum.

"Kejutan untukmu. Tak baik kalau kau tau sesuatu sebelum waktunya."

Istriku ini memang hebat dalam bermain kata dan memberi kejutan.

***

Story-Guide 6 :

Pengarang adalah pemilik dari kedaulatan mutlak karangannya. Tapi kini aku serahkan kedaulatanku kepada kalian semua.